BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi umat manusia merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dan strategis sifatnya. Tingkat pendidikan suatu bangsa akan menunjukkan tingkat kemajuan bangsa tersebut. Tingkat pendidikan seseorang akan menjadi salah satu indikator status sosial seseorang dalam kehidupannya ditengah-tengah masyarakat. Kiranya penting bahwa pendidikan perlu ditangani secara serius, baik oleh pemerintah, masyarakat dan orang tua secara baik, sehingga penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan harapan kita semua. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungj awab.
Masyarakat kini semakin menyadari akan pentingnya pendidikan, hal ini terbukti dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat akan pemenuhan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kekuatan yang memegang peranan yang amat penting dalam menumbuhkan jati diri serta kemampuan menseleksi seseorang. Pendidikan dapat memberikan manfaat pribadi maupun manfaat sosial.
Dengan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai dengan produktif, sehingga akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk peningkatan kesejahteraan kelak. Dengan kata lain pendidikan merupakan investasi yang sangat potensial dan berharga bagi pengembangan sumber daya manusia.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan pendidikan sekolah menengah pertama merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi sesuai dengan program pemerintah untuk melaksanakan wajib belajar sembilan tahun (SD dan SMP). Pendidikan pada sekolah menengah pertama bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepada para peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya. Pendidikan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia pendidikan global.
Pada tahap selanjutnya tentu saja akan berpengaruh terhadap orientasi dari pendidikan. Guru dilihat dari segi profesinya merupakan posisi penting dan menjadi ujung tombak dalam realisasi proses pembelajaran serta langsung berhadapan dengan peserta didik. Berbagai peranan yang merupakan konsekwensi dari status yang disandangnya melekat dan senantiasa menjadi acuan pokok dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya yang berada dalam lingkup profesi sebagai guru.
Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi pendidikan di tingkat persekolahan, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan peserta didik.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menjadi mungkin apabila terdapat kesenjangan antara ilmu yang didapat di dalam kelas dengan perkembangan ilmu di luar kelas, maka tantangan yang dihadapi guru menjadi semakin memacu diri untuk bisa menjadi pionir dalam memotivasi peserta didik agar memiliki kekuatan yang akan bisa mengakulturasi setiap perkembangan dalam masyarakat sehingga pada tahap selanjutnya kemampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang mampu mendorong peserta didik untuk menggali, mengetahui, memahami dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan inti dari proses pembelajaran yang harus di inovasi oleh guru profesional.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi hal yang usang, mengingat hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas serta bergesernya posisi guru sebagai pendidik menjadi sosok tanpa makna dimata peserta didik dan peserta didikpun tidak akan memiliki kekuatan dalam melakukan discovery yang akan menjadikan dirinya matang dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bertambahnya wawasan guru dalam materi pembelajaran dan usaha guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya dalam bidang pendidikan terutama dalam mengelola pembelajaran merupakan prasyarat mutlak, mengingat situasi yang ada di sekitar peserta didik sudah begitu bervariasi. Pola pergaulan dan perkembangan teknologi informasi dengan loncatan yang begitu dahsyat, menjadikan sosok peserta didik akan sulit diduga mengingat semakin banyaknya informasi yang diserap oleh peserta didik di luar kelas, akan memberikan bentuk tampilan baru dari prilaku peserta didik, dan hal tersebut merupakan awal dari kesulitan guru untuk mengetahui minat peserta didik. Kurangnya pengetahuan guru tentang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, akan menghasilkan pembelajaran yang tidak bermakna.
Salah satu langkah antisipasi dari hal tersebut adalah guru harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan sebuah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tersebut penciptaan suasana yang akan membangkitkan motivasi peserta didik untuk menggali dan mengetahui informasi yang dia butuhkan, akan memacu proses kejiwaan peserta didik memahami apa tujuan dari pembelajaran serta apa yang dia butuhkan dengan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Keberadaan kurikulum merupakan diskursus yang terus mendapat perhatian dari para pemegang kebijakan, sehingga dalam perkembangan pendidikan bangsa bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil dari penyempumaan dan pengembangan kurikulum sebelumnya. Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan dan penyempumaan sejak puluhan tahun yang silam, tetapi mutu pendidikan masih jauh dari yang diharapkan bangsa. Hal ini berarti bahwa diperlukan perhatian yang serius dari para praktisi pendidikan dan dukungan dari berbagai elemen untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Pada kenyataan di lapangan upaya pemerintah yang dilakukan hanya sebatas penyempumaan kurikulum tetapi kurang memperhatikan atau memperbaiki infrastruktur serta faktor-faktor pendukung lainnya, baik berupa sarana maupun perlengkapan media pembelajaran sebagai penunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan secara integral. Sebagai pelaksana kurikulum di kelas, guru mempunyai peranan yang dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sukmadinata (2006 : 191). "pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan, ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakekat pendidikan".
Dari ketiga komponen utama pendidikan peran pendidik menempati posisi utama dari dua komponen lainnya dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan guru, dengan demikian secara kualitatif hasil belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dalam proses belajar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, guru seyogyanya memahami perkembangan kognitif peserta didik yang masih berada dalam tahapan operasional kongkrit, dan karena proses belajar berlangsung di kelas dimana guru berinteraksi dengan peserta didik maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004 : 194) yang menyatakan bahwa "betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas (actual)".
Study Blazely dkk melaporkan sebagaimana dikutip Depdiknas (2002 : 2) bahwa "pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada". Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menyusun bahan ajaran menurut Dewey (dalam Sukmadinata, 2006 : 43) hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : 1) Bahan ajaran hendaknya kongkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Dengan demikian bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus memberikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah membuat suatu landasan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau yang disebut juga dengan Kurikulum 2006. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah halaman 349 disebutkan tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan-tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP (Standar Isi Satuan Pendidikan) di atas sejalan dengan pembelajaran matematika, yaitu : pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication)., kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning)] ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengkaitkan pengertian ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes mathematics).
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dalam belajar matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk berpikir dengan jelas dan pasti. Sebelum menyelesaikan masalah-masalah peserta didik harus memahami soal secara menyeluruh, ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teori mana yang akan digunakan, cara untuk menyelesaikan persoalan. Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang diharuskan menyelesaikan suatu persoalan atau tugas maka agar ia dapat menyelesaikan dengan baik ia harus memahami semua aspek dari tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya kesesuaian itu maka kebiasaan yang tumbuh selama belajar matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika peserta didik tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika peserta didik internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS : 1999). Rendahnya prestasi matematika peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.
Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Ini berarti bahwa sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Dengan pendekatan model belajar seperti ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan peserta didik terkesan pasif dan hanya menerima apa yang diberikan guru saja sehingga hal ini akan menghambat kreativitas peserta didik.
2. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan konsep yang bersifat hapalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti keterampilan berpikir, keterampilan dalam mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dan bekerjasama dalam diskusi serta mengemukakan pendapat.
3. Banyak peserta didik yang memandang bahwa mata pelajaran matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, dan
bahkan menakutkan. Membosankan, karena faktor guru yang kurang variatif dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas sehingga peserta didik merasa jenuh. Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik sebagai berikut : pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan bersifat ekspositori, guru mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Menyeramkan dan bahkan menakutkan karena selama ini peserta didik memandang bahwa guru matematika itu galak sehingga banyak peserta didik yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut.
4. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengkaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik dan mereka tidak diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika, sehingga lemah dalam kemampuan matematikanya. "Mengkaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna". (Soedjadi, 1999 : 26).
5. Banyak peserta didik yang mendapat kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, dengan mengabaikan proses, sehingga menyebabkan peserta didik dipaksa untuk menghapal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.
Dari studi pendahuluan yang telah dikemukakan di atas, apa yang harus dilakukan dan diupayakan sekolah khususnya guru agar permasalahan tersebut dapat teratasi, terutama upaya untuk menanggulangi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu diperluan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika agar matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi dan mempermudah pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar peserta didik, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, proses pembelajaran pendidikan matematika tidak merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM Matematika yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan peserta didik. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar peserta didik.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi peserta didiknya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan matematika sebagai mata pelajaran penting. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai selumh PBM. Maka dari itu, pendidikan matematika belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang peserta didik untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.
Selain harus mampu membangkitkan minat peserta didik, pendekatan atau motode yang dipilih oleh guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran psikologis peserta didik bahwa sebenarnya ia mampu mempelajari matematika. Pembelajaran matematika sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentrasfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga dengan cara membantu peserta didik untuk membentuk dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri, serta memberdayakan mereka untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan matematika merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Karena itu diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas.
Memperhatikan kondisi pembelajaran matematika di SMP saat ini dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan pemahaman matematika, penulis dalam realisasi proses pembelajaran di kelas berusaha merubah image bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang rumit dan membosankan menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Dari uraian latar belakang tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul "Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman". (Penelitian dan Pengembangan pada SMP di Kota X).
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran matematika di SMP saat ini belum optimal, konsep pengembangan pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan keterampilan berfikir dan meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkaitan erat dengan metodologi pembelajaran dan sumber-sumber pendukung selama proses pembelajaran tersebut berlangsung. Pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman perlu diperhatikan mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Pendekatan pembelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran dan sarana prasarana yang tersedia. Pengembangan pembelajaran tersebut bertujuan untuk mencapai target minimal pada mata pelajaran matematika yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dimana pada setiap sekolah berbeda-beda tergantung kepada sumber daya peserta didik, tingkat kesulitan materi, dan daya dukung kondisi sarana prasarana. Adapun permasalahan dalam pengembangan pembelajaran meliputi : perencanaan, desain, dan implementasi pembelajaran secara maksimal yang di dukung oleh keberadaan sarana dan prasarana. Berdasarkan deskripsi perumusan masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kegiatan guru dalam proses pengembangan pembelajaran matematika.
2. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, pada penelitian ini penulis batasi hanya mengenai "Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika yang bagaimana, yang memadai dan tepat untuk meningkatkan kemampuan pemahaman", khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota X.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, guru hendaknya mampu merencanakan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi harapan berbagai komponen tersebut. Sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2006 : 161) :
Pemilihan model akan sangat didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Artinya bahwa pengembangan model pembelajaran akan sangat ditentukan oleh adanya sistem pendidikan yang berlaku dan sistem masyarakat sebagai pengguna dan sekaligus pengelola pendidikan yang ada di lingkungannya.
Dasar pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah berkaitan dengan masih adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dimana dalam perkembangannya terjadi pergeseran peran guru dari pengajar menjadi fasilitator yang mampu membimbing, membangkitkan, dan mengarahkan peserta didik kepada aktifitas dan pengoptimalan kemampuan diri, sehingga melalui penelitian model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika akan diketahui ketercapaian tujuan pendidikan yang dilaksanakannya, yaitu kemampuan pemahaman.
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini ?
2. Pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya yang bagaimana, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang dikembangkan tersebut pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
4. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran yang dikembangkan pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
D. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Tuckman (1972 : 57) : "An operational definition is a definition based on the observable characteristics of that which is being definied". Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang didefinisikan. Dalam penelitian sangat bermanfaat terutama dalam mendeskripsikan judul mengenai sasaran yang kita teliti. Ada dua variabel atau aspek utama yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperartif tutor sebaya dan kemampuan pemahaman peserta didik, khususnya pada aspek kemampuan pemahaman konsep dalam mata pelajaran matematika. Agar ada kesamaan konsep dan persepsi yang menjadi pegangan dalam penyusunan instrumen pengurupulan data, kedua variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional.
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas, dalam hal ini aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok. Semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kelompoknya. Masalah ini diarahkan pada bagaimana peserta didik menggali materi pembelajaran bersama-sama dengan anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya merupakan bentuk model pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat atau lima orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif tutor sebaya dilaksanakan melalui sharing proses antar peserta didik sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri, dalam kegiatan Sharing proses tersebut dipimpin oleh temannya sendiri yang lebih pandai (sebagai tutor sebaya) untuk memberikan bantuan belajar kepada teman-teman kelompoknya yang belum bisa.
2. Kemampuan Pemahaman Peserta Didik
Kemampuan pemahaman peserta didik merupakan kemampuan pemahaman konsep untuk menyerap/menangkap makna dan arti dari bahan/materi yang dipelajari. Kemampuan tersebut dapat dinyatakan dengan menterjemahkan suatu materi kedalam bentuk yang lain, menginterpretasikan materi, serta menguraikan isi dari bahan/materi.
Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi, menemukan, mengartikan dan memahami sifat-sifat bangun ruang dan bagian-bagiannya, menentukan ukurannya, serta menghitung luas permukaan dan volumenya.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep peserta didik dalam mata pelajaran matematika sebagai data penelitian ini menggunakan skor hasil pretes dan postes dalam bentuk soal uraian.
E. Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian yang disebutkan di atas tadi, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini.
2. Untuk mengetahui pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika yang bagaimana yang cocok diterapkan di SMP Kota X.
3. Untuk menemukan apakah kelebihan dan kekurangan pengembangan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.
4. Untuk memperoleh gambaran kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang dapat dipergunakan guru, yaitu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran matematika.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perbaikan kualitas pendidikan dan pembelajaran terutama bagi sekolah, peserta didik, atau guru itu sendiri :
1. Bagi Sekolah : dapat dijadikan sebagai masukan dan perbandingan dalam melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kurikulum.
2. Bagi Peserta didik : dengan dilaksanakan penelitian ini dan menggunakan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya, peserta didik termotivasi untuk belajar, berlatih, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, membimbing peserta didik lain yang kemampuannya dibawah peserta didik yang bersangkutan atau peserta didik yang kemampuannya lebih termotivasi untuk membimbing temannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan media kelompok kecil.
3. Bagi guru : dengan penerapan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika membuka wawasan dalam menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan dalam pembelajaran tersebut, apalagi dalam pembelajaran matematika yang memiliki kekhasan tertentu seperti tersebut pada bagian permasalahan umum pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti berikutnya : menjadi informasi awal untuk menindaklanjuti temuan penelitian dan variabel-variabel yang perlu kajian lebih mendalam baik dari aspek metodologi, subjek penelitian, maupun dari mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar