Masyarakat
Multikultural, dan Minoritas:
Memperjuangakan
Hak-hak Minoritas
Masyarakat Multikultural
Dalam masyarakat multikultural manapun, mereka yang tergolong sebagai
minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan
formal, seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau
pada jaman penjaajhan Belanda dan penjaajhan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang
didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah
nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini.
Dalam tulisan singkat ini akan ditunjukkan bahwa perjuangan hak-hak minoritas
hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan untuk
dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat multikultural
itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan dimulai
dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk, yang
seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang awam sebagai masyarakat
multikultural. Uraian berikutnya adalah mengenai dengan penjelasan mengenai apa
itu golongan minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan golongan
dominan, dan disusul dengan penjelasan mengenai multikulturalisme. Tulisan akan
diakhiri dengan saran mengenai bagaimana memperjuangkan hak-hak minoritas di
Indonesia.
Hubungan
Dominan-Minoritas
Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh
atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang
lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam
masyarakat dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan
diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari
masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak
menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi
dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka yang
tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi sasaran
olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang rendah
termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-kesempatan
pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.
Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya
dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan
sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat
prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya. Prasangka
ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas pada mereka
yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik ada dalam
keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya itu adalah
berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya klaim pada
golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah merupakan hak
mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong minoritas dan
rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-sumberdaya tersebut.
Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas yang
dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan untuk
melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi dan
perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam perspektif
ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan. Kekuatan yang
terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat nasional
maupun pada tingkat-tingkat lokal. Bila kita melihat minoritas dalam kaitan
atau pertentangannya dengan mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan
mereka yang populasinya besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil
(minoritas). Perspektif ini tidak akan dapat memahami mengapa golongan
minoritas didiskriminasi. Karena besar populasinya belum tentu besar
kekuatannya.
Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada
tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang
berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan
sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan
sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan
umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas,
atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong
minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang
umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak mempan,
karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih dan dapat memaksakan
kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau
dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai cara lalin yang secara sosial
dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan. Menurut pendapat
saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah masyarakat majemuk (plural
society) menjadi masyarakat multikultural (multicultural society),
dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme sebagai pedoman hidup dan
sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa
Indonesia.
Multikulturalisme
dan Kesederajatan
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan
penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian
kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun
secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu
sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara
bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang
pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan
dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.
Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi
multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus
bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi
dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap
orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang
warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong
sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan
berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari
dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan
perlakuakn sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program
penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme ini pernah saya
usulkan untuk dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas,
dan juga S1 Universitas. Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengusulkan
bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan
melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.
Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas
dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan
anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari
minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan
kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada
kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat
dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai
sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan
politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping
kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal tersebut ada dalam
multikulturalisme dan dalam demokrasi.
Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di
Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan
melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan
demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan
kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam
keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam
masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.
0 komentar:
Posting Komentar