PENANGANAN PMKS JALANAN
( GEPENG, ANJAL, WTS JALANAN, DAN GEPENG PSIKOTIK)
DISUSUN OLEH :
Drs. MOZZA HAMZA,MBA.
WIDYAISWARA MADYA UPT PTKS
I.
PENDAHULUAN
Permasalahan PMKS Jalanan
merupakan salah satu permasalahan social
yang sulit untuk ditangani. Karena
banyaknya anak jalanan, WTS jalanan, gelandangan, pengemis dan gelandangan
psikotik yang kerapkali terlihat memadati setiap perempatan jalan dan ruas-ruas
jalanan utama bukan saja tidak sedap dipandang, akan tetapi merupakan hal yang
menjadi issue serius yang perlu dicarikan jalan keluar sebagai pemecahannya.
Kondisi PMKS Jalanan Jawa Timur seperti yang terlihat
pada data yang ada pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
masih cukup tinggi jumlahnya seperti terlihat data tahun 2009 , untuk Wanita Tuna Susila sebanyak 5.606 Jiwa, Gelandangan sebanyak 1.958 Jiwa,
Pengemis sebanyak 4.290 Jiwa, Anak
Jalanan sebanyak 5.394 anak dan Gelandangan Psikotik sebanyak 1.899 Jiwa
Faktor – faktor yang
mempengaruhi terjadinya PMKS jalanan,tersebut,antara lain meliputi :
} Karena
kemiskinan yang disebabkan oleh warisan social yang berdampak pada ketidak
berdayaan(powerless), keterbatasankepemilikan asset(poorlees) dan akses, serta
rentan dipengaruhi untuk berprilaku tidak normative hanya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan hidup(vulnerable).
} Pembiasaan
orang miskin itu sendiri yang cendrung melestarikan prilaku menyimpang (hidup
dijalanan ) dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
} Mafia
social yang pandai membaca dan memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi
atau kelompok.
II.
PENGERTIAN
Komite
Penanganan PMKS adalah komite yang dibentuk tahun 2004 yang bertujuan
untuk membentuk
kerjasama dengan lintas kabupaten /kota yang gunanya untuk
mengembalikan PMKS jalanan di
kembalikan ke daerah asalnya
2. Klien beridentitas adalah klien
hasil razia yang memiliki kartu identitas diri mislanya : KTP, dan identitas
lain yang menunjukkan darimana dia berasal.Klien tak berientitas adalah klien
hasil razia yang tidak memiliki kartu identitas diri mislanya : KTP, dan
identitas lain yang menunjukkan darimana dia berasal.
3. Anak Jalanan atau Anjal adalah anak
yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau
berkeliaran dijalanan atau di tempat-tempat umum lainnya.
4.
Wanita / Waria Tuna Susila
(WTS) adalah seseorang Wanita/Waria terutama dari keluarga kurang mampu yang
melakukan hubungan seksual secara berulang-ulang dan bergantian di luar
perkawinan yang syah, dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan uang, materi atau
jasa.
5. “Gelandangan” berasal
dari istilah “gelandang” yang berarti selalu mengembara atau berkelana, maka
gelandangan dapat diartikan sebagai orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak
mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara
ditempat umum. ( PP No. 31 Tahun 1980).
6.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan orang lain. ( PP No. 31
Tahun 1980).
7.
Gelandangan psikotik adalah
seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku aneh/menyimpang dari
norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit jiwa yang telah
mendapat pelayanan medis dan telah mendapat surat keterangan sembuh dan tidak
mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan untuk hidup.
III. CIRI DAN KARAKTERISTIK
PMKS JALANAN
1, Anak Jalanan
Ciri-ciri :
Ciri fisik :Warna kulit kusam, Pakaian tidak
terurus, Rambut kusam cenderung kemerahan, Kondisi badan tidak terurus.
Ciri Psikis :Acuh tak acuh, Mobilitas tinggi,
Penuh curiga, Sensitive, Kreatif, Semangat hidup tinggi, Berwatak keras, Berani
‘
menanggung resiko, Mandiri.
Karakteristik
} Usia
berkisar antara 6 – 18 tahun
} Intensitas
Hubungan dengan keluarga :
- bertemu keluarganya secara teratur
setiap hari;
- betemu keluarganya sangat kurang, (seminggu/sebulan/tiga bulan);
- bertemu keluarganya sangat
jarang/komunikasi dengan keluarga sudah
putus
} Waktu
yang dihabiskan dijalanan lebih dari 6 jam sehari.
} Tempat
anak-anak jalanan sering dijumpai di pasar, terminal bus, stasiun kereta api,
taman-taman kota, perempatan jalan atau jalan raya, pusat perbelanjaan,
kendaraan umum, dan tempat pembuangan sampah.
} Aktivitas
anak jalanan antar lain menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan
koran dan majalah, mengelap mobil, memcuci kendaraan, menjadi pemulung,
mengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung dan menjadi penghubung atau
penjualan jasa.
} Sumber
dana yang didapat oleh anak jalanan dalam melakukan kegiatan usahanya
dari modal sendiri, modal kelompok, modal majikan, dan bantuan.
2. WTS ;
Wanita
/ Waria Tuna Susila (WTS) adalah seseorang Wanita/Waria terutama dari
keluarga kurang mampu yang melakukan hubungan seksual secara berulang-ulang dan
bergantian di luar perkawinan yang syah, dengan tujuan untuk mendapatkan
imbalan uang, materi atau jasa.
Karakteristik.
} Masalah
WTS merupakan perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat manusia yang tidak
saja merugikan bagi individu pelakunya, tetapi mempunyai dampak negative
terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat.
} Pergaulan
bebas, kenakalan remaja yang mengarah pada tindak criminal dan bertindak tuna
susila.
3. Gelandangan, dengan
ciri-ciri :
} Hidup
menggelandang ditempat-tempat umum terutama di kota-kota;
} Kehadirannya
tidak diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya;
} Tempat
tinggal tidak tetap, emper toko, dibawah kolong jembatan dan sebagainya;
} Tidak
mempunyai pekerjaan
Karakteristik.
} Tinggal
di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang ditempat-tempat
umum.
} Tidak
mempunyai tanda pengenal atau identitas diri.
} Tidak
mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap.
} Hidup
dengan meminta-minta , memulung dan atau memberikan jasa tertentu.
} Berperilaku
bebas/liar ( tidak terikat dengan norma kehidupan masyarakat umumnya).
4. Pengemis dengan ciri-ciri
:
} Meminta-minta
di tempat umum
} Mata
pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain.
} Berpakaian
kumuh dan compang-camping.
} Berada
di tmpat-tempat ramai/strategis.
} Memperalat
sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain
Karakterisrik.
Meminta- minta dirumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan ( lampu
lalu lintas), pasar, tempat ibadah,
dan tempat-tempat keramaian lainnya.
Bekerja endirian atau berkelompok ( baik
keluarga atau masyarakat)
Mempunyai perilaku memelas untuk memperoleh
belas kasihan.
Pada umumnya tinggal di daerah illegal atau
tetap membaur dengan penduduk di lingkungannya
IV.
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009
tentang
Kesejahteraan Sosial.
2. Undang – undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak,
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan
Pengemis (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3177).
4
Peraturan
Pemerintah No 21 Tahun 1994 ttg Penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial Keluarga Sejahtera
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009
tentang
Kesejahteraan Sosial.
2. Undang – undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak,
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan
dan Pengemis (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3177).
4
Peraturan
Pemerintah No 21 Tahun 1994 ttg Penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial Keluarga Sejahtera
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
13. Keputusan Menteri
Sosial RI No. 70/HUK/1997
Ttg Penanggulangan HIV/AIDS
Bidang Sosial.
14.Keputusan Menteri Sosial RI Nomor20/HUK/1999
tentang Rehabilitasi Sosial bekas Penyandang
Masalah Tuna Susila
15.Keputusan Menteri
Sosial Nomor 44/HUK/2004
tentang Pelaksanaan Bantuan
Kesejahteraan
Sosial Permanen (BKSP).PP No 2 Tahun 1988 ttg
UKS Kesejahteraan Sosial Anak yang Bermasalah
16.Kepmensos RI. No.
30/HUK/1996 tentang Rehabilitasi Gelandangan dan
Pengemis di dalam Panti Sosial.
17.Perda Provinsi Jawa Timur No : 9 tahun 2005 tentang Perlindungan Perempuan dan
anak terhadap kekerasan
18 Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80
tahun 2008 tentang Uraian Tugas
Kesetariat Bidang Sub Bagian dan seksi
Dinas Sosial Provinsi Jatim
19.Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 119 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja UPT Dinas Sosial Prov,Jatim
V.
PENANGANAN PMKS JALANAN.
PENANGANAN
REHABILITASI SOSIAL ANAK JALANAN.
Penanganan masalah Anak Jalanan (Anjal) di Jawa Timur harus
dilakukan secara terpadu dari
stakeholder yang berkaitan dengan Anak Jalanan, mengingat permasalahan Anjal
sudah demikian rumit
dan komplek. Dalam
MoU Gubernur Jawa Timur dengan Bupati/Walikota se Jawa Timur tanggal 27april 2004 tentang
penanganan PMKS sebagai upaya
meningkatkan efektifitas dan koordinasi antar kab/kota dalam menangani
PMKS Jalanan, dijelaskan :
Dinas Sosial Provinsi berkewajiban :
} sebagai
penyedia pelayanan kesejahteraan sosial, baik dengan sistem dalam panti maupun
luar panti
} menentukan
syarat-syarat bagi kesertaan bagi PMKS
} mengadakan
monitoring dan evaluasi bagi PMKS.
Instansi social kab/kota berkewajiban :
} Menyediakan
PMKS (melalui rujukan dan/atau razia)
} Menerima
kembali PMKS
} Melakukan
Pembinaan Lanjut bagi PMKS.
Tugas dan tanggung jawab Komite Penanganan PMKS
Komite Provinsi :
} Menyusun
rencana aksi pananganan PMKS antar Kab/Kota
} Bertugas
melakukan koordinasi dan kerjasama antara instansi terkait dalam penanganan
PMKS di tingkat provinsi
Komite Kab/Kota :
} Menyusun
rencana aksi penangan PMKS di Kab/Kota
} Bertugas
melakukan koordinasi dan kerjasama antara instansi terkait dalam penanganan
PMKS di tingkat Kab/Kota
Prinsip Dasar Penanganan PMKS Anak
jalanan :
} Pemberdayaan
: menumbuh kembangkan kepedulian dan kesadaran, penyediaan sumber-sumber yang
dibutuhkan.
} Pembelaan
: upaya pemberian dukungan bagi anak jalanan dalam menemukan jati dirinya
} Perlindungan:
kegiatan pencegahan terhadap kemungkinan
merosotnya harkat martabat kemanusiaannya
} Pengembangan:
upaya pendampingan dan peningkatan harkat martabat kemanusiannya sebagai nilai
tambah bagi taraf kesejahteraannya
TAHAPAN PENANGANAN ANAK JALANAN
1. Razia
Anak Jalanan.
Pelaksanaan razia Anak Jalanan di Kabupaten/Kota
dilakukan secara teratur dan
periodic dengan
langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut :
a. Melaksanakan rapat koordinasi
dengan unsur
terkait (Dinas Sosial/SKPD yang menangani
bidang social, Satuan Polisi
Pamong Praja,
Kepolisian, dll) untuk melakukan pemetaan
dan menyusun rencana razia Anak Jalanan.
b.
Melaksanakan razia yang dipimpin oleh
leading sector pelaksana.
c.
Menampung sementara hasil razia di barak
penampungan/UPT Dinas
Sosial yang
terdekat sebagai shelter
2.Pemberian
Motivasi :
Pelaksanaan penanganan anjal
semata-mata bukan hanya dikarenakan hasil razia tetapi juga dikarenakan adanya
pendekatan dari pekerja sosial dengan
tujuan memotivasi anak jalanan agar mau
kembali kekeluarganya atau dimasukkan ke
panti untuk direhabilitasi sosial dan dibekali keterampilan sesuai dengan
potensi yang ada dalam diri anjal.
3.Penampungan sementara hasil razia.
Dalam penampungan sementara, paling
lama 3 (tiga) hari dilakukan kegiatan identifikasi,
pemeriksanaan kesehatan, dan assesment/resosialisasi/pembinaan mental social.
a. Identifikasi.
} Maksud,
Identifikasi dan pengkajian Anak Jalanan hasil razia adalah untuk
menginventarisasi dan mengkaji mengenai identitasnya, riwayat hidupnya, masalah
social yang disandangnya, kebutuhan pembinaan yang diperlukan, potensi, dan
dinamika kehidupannya.
} Tujuannya,
untuk memperoleh data yang akurat, yang dapat menggambarkan profile dari
Anak Jalanan yang hasil razia.
b. Seleksi :
Untuk mengetahui kriteria anak
jalanan dalam memberikan pelayanan dan rehabilitasi penanganan baik dalam panti maupun luar panti.
C. Pemeriksaan Kesehatan
Dilakukan pemeriksanaan
kesehatannya, apakah dalam keadaan sehat, atau ada indikasi sebagai pencandu
obat terlarang, dll.
d. Pembinaan Mental Sosial
Selama dalam penampungan
sementara (3 hari) juga dilakukan pembinaan mental social/resosialisasi
pendahuluan untuk mengetahui proses pananganan yang akan dilakukan selanjutnya
4. Hasil Identifikasi
Dari identifikasi dan pengkajian
selama berada
di penampungan sementara/shelter
tersebut,
maka diketahui identitasnya,
sehingga dapat
dilakukan rujukan/referral sesuai
kebutuhannya.
} Anjal
yang memiliki identitas jelas.
◦ Anjal
yang berdomisili di kab/kota tempat razia dilaksanakan, Dinas Sosial/Komite
Penanganan PMKS Kabupaten/Kota,
mengembalikan ke keluarganya.
◦ Anjal
yang berdomisili di luar kab/kota tempat razia dilaksanakan, Dinas Sosial
Provinsi/Komite Penanganan PMKS Provinsi bekerjasama dengan Dinas Sosial/Komite
Kab/Kota asal Anjal untuk mengembalikan ke daerah asal/keluarganya.
◦ Bisa
juga, dikirim ke UPT Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.
} Anjal
yang tidak memiliki identitas.
- Dirujuk
Liposos /UPT Dinas Sosial Prov Jatim
- Dirujuk
ke panti-panti yang dikelola oleh
masyarakat yang bersedia menampungnya.
5. Rehabilitasi Anak Jalanan
Penanganan dan Pembinaan PMKS
dapat
dilakukan dengan sistem Panti dan Sistem Luar
Panti sesuai dengan
kebutuhannya.
-
Sistem Panti.
Penanganan dan pembinaan
dengan sistem
panti,terutama ditujukan
Anak Jalanan yang
tidak memiliki
identitas jelas , dilaksanakan
UPT Dinas Sosial Provinsi.
Juga di Panti Swadaya Masyarakat yang
siap menampungnya.
- Sistem
Luar Panti.
Penanganan dan pembinaan dengan
sistem luar
panti, terutama ditujukan Anak
Jalanan yang
identitasnya jelas, maka
dilakukan penanganan
dan pembinaan melalui
rumah-rumah singgah,
sanggar-sanggar keterampilan,
dll.
6. Kembali Ke Masyarakat.
Anak Jalanan yang telah dilakukan
pembinaan oleh UPT Dinas Sosial Provinsi
(karena tidak jelas identitasnya) dikembalikan ke masyarakat, melalui kegiatan
usaha, baik disalurkan ke lapangan
kerja yang sesuai dengan keterampilan
yang dimiliki, atau usaha sendiri dengan bantuan UEP, dan pemberian fasilitas
sekolah gratis/bea siswa bagi anak yang ingin meneruskan sekolahnya, serta
pemberian identitas baru bagi mereka bekerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota dll.
Pengembalian Anak Jalanan ke
masyarakat,
dengan melibatkan PSKS, pekerja
social yang
peduli dengan anak jalanan, PSM,
TKSK, LSM,
KT, WKSBM, dan pejabat setempat.
7. Bimbingan Lanjut.
a. Maksud, Bimbingan
lanjut merupakan kegiatan yang sifatnya
monitoring dan evaluasi bagi kelayan pasca binaan UPT Dinas Sosial Provinsi
Jawa Timur dengan maksud untuk mengetahui kelayan baik yang telah bekerja/kembali
kesekolah maupun yang masih belum, sehingga mereka tidak kembali ke jalan.
b. Tujuan, Untuk menentukantindakan lanjutan yang
tepat bagi kelayan, serta untuk melakukan pemutusan pelayanan social vokasional
(terminasi) bagimereka yang telahhidup secara layak (sudah bekerja dan/atau
kembali bersekolah).
c. Persiapan kegiatan,
Melakukan sosialisasi dan
koordinasi untuk persiapan kegiatan bimbingan lanjut Anak Jalanan kepada
pemerintah setempat (mulai RT/RW desa/kelurahan/kecamatan/kab/kota) daerah asal
keluarga Anak jalanan.
d. Sasaran,
} Anak
Jalanan pasca binaan UPT,
} orang
tua/keluarga Anjal yang bersangkutan, dan
} Tokoh
masyarakat lingkungannya seperti RT/RW, Kades/Lurah, Orsos, Dunia Usaha, dll.
e. Kegiatan, bimbingan lanjut yang
dilakukan meliputi
} Identifikasi
dan penggalian sumber
} Pendekatan
kepada pemilik sumber
} Negosiasi
dengan pemilik sumber
} Mengembangkan
kemampuan pribadi
} Advokasi
terhadap Anjal/Anak terlantar.
f. Hasil : - Diketahui
kondisi lingkungan dan tempat tinggal
eks Anjal
- Termonitor perkembangan
usaha/sekolahnya
- Teridentifikasi hambatan/permasalahan
yang ada
g. Tindak
Lanjut. : - Melakukan
pendampingan eks kelayan
- Pemberian bantuan modal pengembangan
- Pemberdayaan sumber.
h. Hambatan
Dalam Penanganan Anak Jalanan.
-
Lemahnya dukungan dari institusi terkait (Dinas Sosial/
Komite Penanganan PMKS ) di
tingkat kabupaten/kota
dimana Anjal berada.
-
Kurangnya fasilitas penampungan sementara (shelter) di
kabupaten/kota untuk
menampung hasil razia.
-
Belum adanya atau kurangnya alokasi dana kedaruratan
untuk penanganan anjal di shelter- shelter hasil razia.
-
Belum kondusifnya peluang usaha dan/atau kesempatan
untuk mengenyam pendidikan secara gratis
(termasuk
kebutuhan sekolahnya) yang didapat oleh Anjal saat di
kembalikan ke keluarga/masyarakat
b. PENANGANAN
REHABILITASI SOSIAL WANITA TUNA SUSILA
1.
Razia WTS.
Pelaksanaan razia WTS di tempat mangkal baik
itu di
warung-warung maupun di
jalanan, dilakukan secara teratur
dan periodik dengan langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut :
} Melaksanakan
rapat koordinasi dengan unsur terkait (Dinas Sosial/SKPD yang menangani bidang
social, Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dll) untuk melakukan pemetaan
dan menyusun rencana razia WTS.
} Melaksanakan
razia yang dipimpin oleh leading sector
pelaksana.
} Menampung
sementara hasil razia di barak penampungan/UPT Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
yang terdekat sebagai shelter
2. Penampungan sementara hasil
razia.
Dalam penampungan
sementara, paling lama 3 (tiga)
hari
dilakukan kegiatan identifikasi,
pemeriksanaan kesehatan,
dan assesment/
resosialisasi/pembinaan mental social.
◦ Identifikasi.
} Maksud,
Identifikasi dan pengkajian WTS hasil razia adalah untuk menginventarisasi dan
mengkaji mengenai identitasnya, riwayat hidupnya, masalah social yang
disandangnya, kebutuhan pembinaan yang diperlukan, potensi, dan dinamika
kehidupannya.
} Tujuannya,
untuk memperoleh data yang akurat, yang dapat menggambarkan profile dari
WTS hasil razia.
◦ Seleksi
: Untuk mengetahui kriteria WTS
dalam memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial penanganan harus di dalam panti
◦ Pemeriksaan
Kesehatan : Dilakukan
pemeriksanaan kesehatannya, untuk mengetahui kondisi WTS (sehat, mengidap
HIV/AIDS, dan penyakit lainnya).
- Pembinaan
Mental Sosial
Selama dalam penampungan
sementara (3 hari) juga
dilakukan pembinaan mental
social untuk membuat sadar
para WTS.
3. Hasil Identifikasi
Dari identifikasi dan pengkajian selama
berada di
penampungan sementara/shelter
tersebut, maka diketahui
identitasnya, sehingga dapat
dilakukan rujukan/referral
sesuai kebutuhannya.
◦ WTS
yang memiliki identitas jelas.
} WTS
yang identitasnya di kota/kabupaten tempat razia, bersama Dinas Sosial/Komite
Penanganan PMKS Kabupaten/Kota,
mengembalikan ke keluarganya.
} WTS
yang identitasnya di luar kab/kota tempat razia, Dinas Sosial Provinsi/Komite
Penanganan PMKS Provinsi bekerjasama dengan Dinas Sosial/Komite Kab/Kota asal
WTS, mengembalikan ke daerah asal/koleganya.
Di kirim ke UPT Dinas Sosial untuk dilakukan rehabilitasi sosial.
◦ WTS
yang memiliki identitas tidak jelas.
Dirujuk ke UPT Dinas Sosial
Prov Jatim untuk dilakukan
rehabilitasi social.
4. Rehabilitasi WTS
Rehabilitasi sosial
WTS dilakukan dengan
Sistem dalam Panti dan Sistem Luar Panti sesuai
dengan kebutuhannya.
} Sistem
Panti.
Penanganan dan pembinaan
dengan sistem panti, terutama ditujukan kepada WTS yang tidak memiliki
identitas jelas , dan dilakukan di UPT Dinas Sosial sesuai dengan kondisi
WTS.
} Sistem
Luar Panti.
Penanganan dan pembinaan
dengan sistem luar panti, terutama ditujukan WTS yang identitasnya jelas, maka
dilakukan penanganan dan pembinaan melalui tokoh masyarakat, keluarganya dan
dilakukan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui program-program yang ada di
Bidang pada Dinas Sosial Provinsi.
Bimbingan Lanjut.
a.
Maksud, ;
Bimbingan lanjut merupakan kegiatan yang sifatnya monitoring dan
evaluasi bagi WTS yangdikembalikan ke masyarakat dengan maksud untuk mengetahui apakah WTS tersebut kembali menjadi PMKS ataukan telah
kembali ke jalan yang benar.
b.
Tujuan, ; Untuk menentukan tindakan lanjutan yang tepat
bagi WTS, serta untuk menyentuk aspek keluarga dan masyarakat di sekitarnya
sehingga WTS tidak kembali ke jalanan
atau menjalankan prakteknya.
c.
Persiapan kegiatan ;
Melakukan sosialisasi dan koordinasi untuk persiapan kegiatan
bimbingan lanjut WTS kepada pemerintah setempat (mulai RT/RW
desa/kelurahan/kecamatan/kab/kota) daerah asal WTS
d.
Sasaran,
} WTS
pasca pengembalian ke masyarakat baik hasil razia maupun hasil binaan UPT,
} Keluarga WTS yang bersangkutan, dan
} Tokoh masyarakat di lingkungannya seperti
RT/RW, Kades/Lurah, PSKS, Dunia Usaha, dll.
e. Kegiatan,
bimbingan lanjut yang dilakukan meliputi :
-
Identifikasi dan penggalian sumber
-
Pendekatan kepada pemilik sumber
-
Negosiasi dengan pemilik sumber
-
Mengembangkan kemampuan pribadi
-
Pendampingan terhadap WTS.
f. Hasil.
} Diketahui
kondisi lingkungan dan tempat tinggal WTS
} Termonitor
keberadaan eks WTS
} Teridentifikasi
hambatan/permasalahan yang ada
g, Tindak Lanjut.
} Melakukan
pendampingan eks kelayan
} Pemberian
bantuan modal pengembangan
} Pemberdayaan
sumber.
h. Hambatan
Dalam Penanganan WTS.
- Lemahnya
dukungan dari institusi terkait (
Dinas
Sosial/Komite Penanganan PMKS )
di tingkat
kabupaten/kota dimana WTS berada,kadang tidak
menerima kehadiran kembali
eks WTS.
- Kurangnya
fasilitas penampungan sementara
(shelter) di kabupaten/kota untuk menampung
hasil razia.
- Belum
adanya atau kurangnya alokasi dana
kedaruratan untuk penanganan WTS
di
shelter-shelter hasil razia.
- Belum
kondusifnya peluang usaha /pekerjaan
bagi eks WTS
saat dikembalikan ke keluarga,
sehingga kemungkinan kembali ke jalanan
menjadi WTS masih sangat terbuka.
c.PENANGANAN
REHABILITASI SOSIAL GELANDANGAN
DAN PENGEMIS.
1.
Razia gelandangan dan pengemis.
Pelaksanaan razia gelandangan dan
pengemis (gepeng) dilakukan secara
teratur dan periodic dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut :
} Melaksanakan
rapat koordinasi dengan unsur terkait (Dinas Sosial/SKPD yang menangani bidang
social, Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dll) untuk melakukan pemetaan
dan menyusun rencana razia Gepeng.
} Melaksanakan
razia yang dipimpin oleh leading sector
pelaksana.
} Menampung
sementara hasil razia di barak penampungan / UPT Dinas Sosial yang terdekat sebagai shelter .
2. Penampungan sementara hasil razia.
Dalam penampungan sementara,
paling lama 3 (tiga) hari dilakukan kegiatan identifikasi, pemeriksaan
kesehatan, dan assesment/ resosialisasi/pembinaan mental social.
a. Identifikasi.
Maksud, Identifikasi dan
pengkajian Gepeng hasil razia adalah untuk menginventarisasi dan mengkaji
mengenai identitasnya, riwayat hidupnya, masalah social yang disandangnya,
kebutuhan pembinaan yang diperlukan, potensi, dan dinamika kehidupannya.
Tujuannya, untuk
memperoleh data yang akurat, yang dapat menggambarkan profile dari Gepeng hasil
razia.
b. Seleksi : Untuk mengetahui kriteria gepeng
dalam memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial penanganan harus di dalam
panti
c. Pemeriksaan Kesehatan ; Dilakukan
pemeriksaan kesehatannya, untuk mengetahui kondisi gepeng (sehat, apakah punya
penyakit).
d. Pembinaan Mental Sosial ;
Selama dalam penampungan sementara (3 hari) juga dilakukan
pembinaan mental social terhadap gepeng.
3. Hasil
Identifikasi
Dari identifikasi selama berada
di penampungan
sementara /shelter tersebut,
maka ditindak lanjuti
dengan memilah :
} Gepeng
yang memiliki identitas jelas.
◦ Untuk
lokasi gepeng yang identitasnya di wilayah razia, bersama Dinas Sosial/Komite
Penanganan PMKS Kabupaten/Kota,
mengembalikan ke keluarganya.
◦ Untuk
lokasi gepeng yang identitasnya di luar kota/kab tempat razia dilakukan
kerjasama antara Dinas Sosial Provinsi/Komite Penanganan PMKS Provinsi dengan
Dinas Sosial/Komite Kab/Kota asal gepeng untuk pengembalian ke daerah
asal/keluarganya.
◦ Di
kirim ke UPT Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur untuk dilakukan rehabilitasi
sosial.
} Bagi
yang memiliki identitas tidak jelas.
Dirujuk ke UPT Dinas Sosial Prov Jatim untuk dilakukan
rehabilitasi sosial
4. REHABILITASI GEPENG
Rehabilitasi sosial gepeng
dilakukan dengan Sistem dalam
Panti dan Sistem Luar Panti
sesuai dengan kebutuhannya.
} Sistem
Panti. : Penanganan
dan pembinaan dengan sistem panti, terutama ditujukan kepada gepeng yang tidak
memiliki identitas jelas , dan dilakukan di UPT Dinas Sosial dengan
tahapan sesuai mekanisme rehabilitasi.
} Sistem
Luar Panti. : Penanganan
dan pembinaan dengan sistem luar panti, terutama ditujukan gepeng yang
identitasnya jelas, maka dilakukan penanganan dan pembinaan melalui tokoh
masyarakat, keluarganya dan dilakukan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui
program-program yang ada di Bidang pada Dinas Sosial Provinsi.
5. Bimbingan Lanjut.
Maksud, : Bimbingan
lanjut merupakan kegiatan yang sifatnya monitoring dan evaluasi bagi gepeng
yang dikembalikan ke masyarakat dengan maksud untuk mengetahui apakah gepeng
tersebut telah berfungsi sosial kembali seperti masyarakat pada umumnya.
g. Hambatan Dalam Penanganan Gepeng.
} Lemahnya
dukungan dari institusi terkait (Dinas Sosial/Komite
Penanganan PMKS ) di tingkat kabupaten/kota dimana gepeng berada.
} Kurangnya
fasilitas penampungan sementara (shelter) di kabupaten/kota untuk menampung hasil razia gepeng.
} Belum
adanya atau kurangnya alokasi dana kedaruratan untuk penanganan gepeng di
shelter-shelter hasil razia.
} Belum
kondusifnya peluang usaha /pekerjaan bagi eks gepeng saat dikembalikan ke keluarga,
sehingga kemungkinan kembali ke jalanan menjadi sangat terbuka.
5. POLA REHABILITASI SOSIAL GELANDANGAN PSIKOTIK
1. Razia Gelandangan Psikotik.
; Pelaksanaan razia
gelandangan psikotik di
jalanan, dilakukan secara
teratur dan periodic dengan
langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut :
} Melaksanakan
rapat koordinasi dengan unsur terkait (Dinas Sosial/SKPD yang menangani bidang
social, Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dll) untuk melakukan pemetaan
dan menyusun rencana razia gelandangan psikotik.
} Melaksanakan
razia yang dipimpin oleh leading sector
pelaksana.
} Menampung
sementara hasil razia di barak penampungan/UPT Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
yang terdekat sebagai shelter
2. Penampungan
sementara hasil razia.
Dalam penampungan sementara, paling lama 3
(tiga) hari dilakukan kegiatan identifikasi dan
pemeriksanaan kesehatan.
a.
Identifikasi.
Maksud, Identifikasi
dan pengkajian gelandangan psikotik hasil razia adalah untuk menginventarisasi
dan mengkaji mengenai identitasnya, riwayat hidupnya, penyakitnya, rehabilitasi
yang diperlukan, dan dinamika kehidupannya.
Tujuannya, untuk
memperoleh data yang akurat, yang dapat menggambarkan gelandangan psikotik
hasil razia.
b. Pemeriksaan Kesehatan ; Dilakukan
pemeriksanaan kesehatannya, untuk mengetahui kondisi kegilaannya.
3. Pengiriman
Ke RSJ
} Dilakukan
penanganan untuk penyembuhan klien secara medis.
} Apabila
dari Rumah Sakit Jiwa sudah dinyatakan sembuh maka akan di kirim ke UPT Dinas
Sosial untuk dilakukan rehabilitasi sosial sesuai dengan tahapan yang ada di
UPT.
4.Rehabilitasi
Gepeng
Rehabilitasi sosial gelandangan
psikotik dilakukan dengan Sistem Dalam Panti yaitu memberikan rehabilitasi
sosial dengan kegiatan sebagai berikut:
} Pendekatan
Awal dan Penerimaan Kelayan;
◦ Memberikan
orientasi dan konsultasi kepada lembaga-lembaga terkait dan lintas sektoral
guna mendapat dukungan dan calon kelayan;
◦ Memberikan
identifikasi calon kelayan, setelah calon kelayan secara fisik disiapkan dengan
dibersihkan/dimandikan dan diberi pakaian yang pantas, mereka mulai dikenalkan
dengan panti rehabilitasi dalam bentuk pengelompokan calon kelayan sesuai
dengan kriteria:
} a).Gelandangan psikotik yang masih
ada potensi untuk mendapat bimbingan
sosialisasi dan keterampilan/disembuhkan;
} b).Gelandangan psikotik yang
tingkat stressnya tinggi sehingga selain tidak mampu diajak berkomuniksi dan
tidak bisa konsultasi khususnya tentang program rehabilitasi, mereka
dikumpulkan diruangan khusus/kamar isolasi;
} c).Mengidentifikasi calon kelayan
sesuai form yang telah ditetapkan pihak
panti
} d).Memberikan motivasi calon
kelayan untuk mengikuti program rehabilitasi bagi kelayan yang tingkat
kesadarannya masih tinggi;
} e). Setelah calon kelayan
diseleksi, maka mereka akan mendapat kesepakatan/semacam kontrak guna
mendapatkan bimbingan dan keterampilan;
} f). Setelah calon kelayan selesai
diidentifikasi dan mendapatkan motivasi dan dapat digali potensi yang dimilikinya,
maka mulai disusun rencana rencana rehabilitasi dengan menggali sumber yang
dapat dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan/potensi yang dilmiliki kelayan.
Adapun identifikasi calon kelayan pada saat dilakukan penelitian dan
dikelompokkan menurut tingkat psikotiknya guna ditindaklanjuti dalam kegiatan
rehabilitasinya.
}
b.Pelayanan Rehabilitasi
◦ Pelayanan
Bimbingan Fisik (Kesehatan, gizi dan olah raga);
◦ Pelayanan
Bimbingan Psikis / Mental
◦ Pelayanan
Bimbingan Sosial;
◦ Bimbingan
sosial diberkan setiap saat dengan mendukung sosialisasi kelayan dengan sesama
kelayan, dengan petugas panti maupun dengan masyarakat luas, terutama bagi
gelandangan psikotik ringan yang sudah bisa berkomunikasi dengan lingkungan.
Ditanamkan rasa percaya diri bagi setiap kelayan agar dapat bersosialisasi
dengan masyarakat, baik dilingkungan panti maupun diluar panti.
◦ Pelayanan
Bimbingan Keterampilan Kerja;
◦ Bimbingan
keterampilan kerja bagi kelayan diberikan secara individu dan kelompok sesuai
dengan potensi yang dimiliki. Adapun jenis keterampilan yang diberikan bisa
bersifat home industri, peternakan maupun pertanian. Lama praktek bimbingan
keterampilan kerja tidak bisa ditentukan, karena membimbing keterampilan kerja
bagi kelayan gelandangan psikotik lebih sulit.
7. Dalam bimbingan
keterampilan kerja, kondisi kelayan baik fisik, mental dan potensi
masing-masing untuk dikembangkan tidak sama, maka mereka perlu dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok Ringan
Kelompok Sedang
Kelompok Berat
c. Resosialisasi
Setelah kelayan mendapatkan
pelayanan dan bimbingan sosial di dalam panti dengan bekal bimbingan sosial dan rehabilitasi tersebut pada tahap
resosialisasi, kelayan dikembalikan ke masyarakat, di keluarga atau di lembaga
yang menampung sebagai tempat penyaluran kelayan.
d. Penyaluran
; Dalam tahap penyaluran
terhadap kelayan yang telah mendapatkan program rehabilitasi, ada tiga
alternatif kegiatan, antara lain
Penyaluran di Panti Sosial
Mengikuti Program Transmigrasi
Kembali kepada Keluarga / Masyarakat.
e. Bimbingan
lanjut ; Pada
tahap ini Petugas panti tetap mengadakan kegiatan yang bersifat pemantauan bagi
kelayan dalam pengembangan kerja melalui supervisi dan evaluasi secara berkala.
f.
Terminasi ; Tahap
ini merupakan tahap pemutusan hubungan pelayanan dengan kelayan. Kegiatan ini
dilakukan oleh petugas panti setelah kelayan dikembalikan ke masyarakat.
VI. P E N U T U P
Permasalahan PMKS Jalanan pada umumnya
tersebar diberbagai wilayah
dengankonsentrasi
utama di perkotaan. Pola hidup mereka pada
umumnya tidak teratur dan tidak sehat serta
mengelompok dikantong-kantong kemiskinan
seperti di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi
pembuangan sampah, emperan toko, taman,
pinggiran rel kereta apai, bahkan ada yang
tidur dalam gerobak beaerta anak dan
isterinya.
Hal ini tidak sesuai dengan norma social dan menunjukkan derajat
kesejahteraan yang rendah. Untuk itu diperlukan adanya akselerasi dalam
penanganan PMKS jalanan tersebut, agar memperoleh hasil yang lebih optimal.
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU RI No. 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Social, Pasal 38, yang menyatakan bahwa : “ masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial “
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
SELAMAT BERTUGAS
0 komentar:
Posting Komentar